TNews, BINJAI – Perusahaan penerbitan Buku Besar PT Penerbit Erlangga, yang diwakili oleh Donny, dengan tegas membantah tudingan yang dilontarkan oleh Yuyun terkait keterlibatannya dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Dalam percakapan melalui telepon WhatsApp pada Rabu (12/3/2025), Donny menegaskan bahwa semua klaim yang disampaikan Yuyun tidak benar dan sama sekali tidak mencerminkan kenyataan.
“Saya sangat keberatan dengan tudingan yang ditujukan kepada perusahaan kami. Kami tidak pernah memberikan fee atau melakukan hubungan yang tidak sesuai dengan hukum kepada pihak APH,” ujar Donny dengan tegas. Menurutnya, perusahaan hanya berfokus pada kerja sama dengan pihak sekolah dan tidak ada urusan dengan pihak lain, termasuk APH.
Donny lebih lanjut menjelaskan bahwa pembayaran untuk layanan mereka sudah dilakukan melalui sistem yang sah dan terstruktur, yaitu SIPLA (Sistem Informasi Pembayaran Layanan Akademik). “Pembayaran sudah kami lakukan melalui SIPLA, yang merupakan transaksi yang sah dan langsung ke kantor. Tidak ada uang yang mengalir ke tempat lain,” jelasnya.
Pernyataan Donny ini muncul setelah Yuyun, seorang tokoh terkait pengadaan buku di sekolah, pada Selasa (11/3/2025) memberikan pernyataan yang kontroversial. Dalam wawancaranya, Yuyun menuding adanya praktek belanja diam-diam di beberapa sekolah yang melibatkan biaya tambahan yang disalurkan ke pihak tertentu. “Jika ada jatah atau fee di sekolah-sekolah, tanyakan saja kepada pihak sekolah,” ujar Yuyun, menambahkan bahwa dirinya tidak terlibat dalam proyek tersebut.
Yuyun juga menekankan bahwa selama ia menjabat, pihak sekolah terlindungi berkat pengaruh dan perlindungannya. “Kalau saya tidak ada di sini, siapa yang akan lindungi kami?” tandasnya, sambil menegaskan bahwa masalah pembelian buku dan alokasi dana sering kali tidak sesuai aturan, dengan sebagian besar dana yang digunakan untuk kepentingan pribadi pihak tertentu.
Lebih lanjut, Yuyun menceritakan tentang pengalamannya dalam mengawasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). “Dari 45% yang dialokasikan untuk pembelian buku, 30% di antaranya sering kali masuk ke kantong kepala sekolah dan pihak lainnya. Sebelumnya, dana tersebut juga sering kali disalurkan ke APH,” ungkap Yuyun. Ia mengklaim bahwa dirinya telah berusaha untuk mengoreksi praktik tersebut agar lebih transparan dan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Namun, setelah ia dicopot dari jabatannya pada Februari 2025, Yuyun merasa semakin tertekan. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sering dipaksa untuk mengambil alih pengelolaan anggaran belanja sekolah oleh pihak Dinas Pendidikan setempat, meskipun hal itu berisiko menimbulkan masalah dengan Inspektorat.
“Saya siap pasang badan untuk menjaga agar anggaran BOS tidak disalahgunakan. Bahkan jika saya dicopot, saya tetap mengawasi supaya dana ini tidak jatuh ke tangan yang salah,” tegas Yuyun, yang juga merupakan Ketua Tim Kemenangan Walikota dan Wakil Walikota pada pemilihan sebelumnya.
Meski ada sejumlah pihak yang merasa tidak puas dengan cara pengelolaan dana, Yuyun mengingatkan kepada pengurus K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) se-Kota Binjai untuk tidak takut menghadapi intimidasi dari pihak manapun. Ia juga menyampaikan bahwa pengadaan buku harus sesuai dengan kualitas yang baik, dan hanya perusahaan yang diizinkan, seperti Erlangga, yang dapat menyediakan produk dengan standar tersebut. (Nanda Putra)