TNews, LANGKAT – Setelah Kejaksaan Negeri Langkat menggeledah kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat terkait dugaan korupsi pengadaan perangkat Smartboard, satu demi satu cerita tak biasa mulai mengemuka. Di balik tumpukan berkas dan unit teknologi canggih untuk sekolah, muncul jejak perintah misterius tanpa dokumen lengkap, tekanan jabatan, hingga pertemuan mendadak dengan orang-orang penting di pemerintahan.
Isu intervensi “orang kuat” dalam kasus ini mulai beredar kencang di tengah masyarakat Langkat. Upaya konfirmasi kepada SUP, pejabat pembuat komitmen (PPK) Disdik Langkat, tak membuahkan hasil. Nomor ponselnya tak aktif, dan tak bisa dihubungi hingga berita ini ditulis.
Namun keterbukaan datang dari MN, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pengganti. Kepada media ini, MN menjelaskan bagaimana ia ditunjuk pada 13 September 2024 melalui surat tugas dari RHG, Sekretaris Disdik Langkat, yang telah ditandatangani langsung oleh kepala dinas.
Yang mengejutkan, MN mengaku langsung curiga saat menerima sejumlah dokumen proyek yang tak memiliki nomor surat maupun tanggal resmi. “Saya tanya ke Pak RHG, ‘Ini surat kok gak ada nomor dan tanggalnya, Pak?'” kata MN. Namun jawabannya membuat MN terdiam. “Bapak laksanakan aja, ini perintah,” ujar RHG seperti ditirukan MN.
Kecurigaan MN semakin dalam saat ia melihat nota pembayaran tertanggal 11 September 2024—dua hari sebelum ia resmi ditunjuk sebagai PPTK. Lagi-lagi, jawaban yang ia terima membuatnya tak berkutik. “Kerjakan saja dulu, nanti kita urus belakangan. Bapak mau dipindahkan ke Pematang Jaya,” kata RHG, menyiratkan ancaman halus yang menyangkut posisi MN di birokrasi.
Tak lama kemudian, MN mengaku diminta mendatangi Kantor Bupati Langkat dan bertemu langsung dengan Penjabat Bupati, Kepala BPKPAD, dan Kadisdik Langkat. Tak dijelaskan apa isi pembicaraan, namun kehadiran para pejabat penting dalam situasi seperti ini menimbulkan tanda tanya besar.
Pada 18 September 2024, MN diperintahkan ke gudang Disdik di Desa Banyumas, Kecamatan Stabat. Di sana ia menemukan dua unit mobil pikap telah siap mengangkut Smartboard ke sekolah-sekolah penerima. Proses distribusi dilakukan secara terburu-buru.
“Tidak ada waktu untuk periksa barang, Bang. Kami langsung distribusi, kerja sampai malam biar selesai,” ujar MN. Ia menutup keterangannya dengan nada pasrah. “Saya hanya melaksanakan perintah. Saya ini hanya PPTK pengganti setelah Pak AL mengundurkan diri.”
Pengakuan ini memperlihatkan bahwa proyek bernilai miliaran rupiah ini diduga dijalankan dengan penuh tekanan, prosedur tak wajar, dan dokumen administratif yang diragukan. Sementara masyarakat menanti transparansi dan keadilan, kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum.*
Peliput: Nanda