TNews, MEDAN – Polda Sumut baru menetapkan dua kepala sekolah (kepsek) sebagai tersangka kasus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2023 di Langkat. Keduanya, yakni Awaluddin dan Rohayu Ningsih.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan penyelidikan kasus PPPK Langkat dengan PPPK Madina dan Batu Bara yang saat ini juga tengah ditangani oleh pihaknya, sedikit berbeda. Sebab, penyidik agak kesulitan untuk menemukan pejabat di level atas yang terlibat dalam kasus ini.
“Langkat dengan Batu Bara dan Madina itu punya spesifikasi penyidikan yang berbeda. Kalau di Madina itu kan jelas, langsung kepala dinasnya. Begitu ada dugaan (kecurangan) segala macam, diperiksa di atas, ketemu langsung (pelaku). Ini (Langkat) hajar di atas enggak dapat, akhirnya penyidik memeriksanya dari bawah, makanya ketemu yang dua tersangka ini,” kata Hadi, Jumat (29/3/2024).
Hadi membantah adanya unsur politis dalam penetapan tersangka PPPK di tiga daerah itu. Mantan Kapolres Biak Papua itu menyebut penyidik bekerja sesuai fakta yang ada.
“Kalau kita enggak ada melihat ke unsur politisnya, penyidik itu melihat dari fakta hukumnya,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan Polda Sumut membeberkan sosok dua tersangka kasus PPPK Langkat itu. Keduanya adalah Awaluddin yang merupakan kepala sekolah di SDN 055975 Pancur Ido, Salapian. Kemudian Rohayu Ningsih yang merupakan kepala sekolah di SDN 056017 Tebing Tanjung Selamat.
Keduanya adalah kepala sekolah. Kepala sekolah di Langkat, SD,” kata Hadi.
Mantan Wadirlantas Polda Kalimantan Tengah itu belum menjelaskan peran kedua tersangka dalam kasus itu. Hadi mengatakan, penyidik masih terus melakukan penyelidikan.
“Itu sudah masuk ke ranah penyidikan. Jadi, nanti penyidik yang terus mendalami,” tambahnya.
Direktur LBH Medan Irvan Saputra menduga kedua kepala sekolah yang ditetapkan menjadi tersangka itu bukanlah aktor utama dalam kecurangan PPPK tersebut. Untuk itu, LBH Medan meminta Polda Sumut segera menetapkan pihak lain yang juga terlibat dalam kasus itu.
Irvan menilai ada orang dengan jabatan lebih tinggi yang terlibat dalam kasus itu. Dia berasalan bahwa seorang kepala sekolah tidak bisa menjamin kelulusan honorer yang ikut PPPK Langkat. Lalu, dalam rekaman percakapan yang diduga Rohayu Ningsih disebutkan bahwa uang sebelumnya disetor kepada mereka juga diberikan kepada orang lain yang memiliki jabatan lebih tinggi.
“LBH Medan menduga kuat jika dua tersangka tersebut bukan pelaku utama dan diduga keduanya mau dijadikan tumbal oleh pelakunya intelektualnya,” kata Irvan, Kamis.*
Peliput : ND