TNews, LANGKAT – Aktivitas galian C ilegal di Desa Perhiasan, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, menuai sorotan tajam dari warga setempat. Diduga, Kepala Desa Perhiasan, Mujiono, membiarkan aktivitas tambang ilegal tersebut berlangsung tanpa tindakan tegas, bahkan mencuat dugaan adanya “setoran” dari pihak pengelola tambang kepada oknum tertentu.
Saat dikonfirmasi oleh awak media pada Rabu (18/6), Mujiono enggan memberikan pernyataan terkait maraknya galian C di wilayahnya. Sikap bungkam sang kepala desa ini semakin menambah kecurigaan publik.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pasif kades. “Ya begitu lah bang, mana mau dia bertindak. Kalau ditutup, ya nggak dapat setoran lagi lah,” ujarnya dengan nada kesal.
Menurut warga, setidaknya ada dua lokasi galian C yang beroperasi secara ilegal di desa tersebut. “Sudah kayak laut, tanah kosong dikorek habis-habisan,” keluhnya, menggambarkan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas penambangan tak berizin itu.
Warga Desa Perhiasan berharap pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemerintah turun tangan untuk menindak tegas praktik ilegal tersebut. Mereka mendesak agar lokasi tambang segera ditutup demi menyelamatkan lingkungan dan kehidupan masyarakat desa.
Aturan Tegas soal Galian C Ilegal
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, kegiatan galian C tanpa izin resmi merupakan tindak pidana. Hal ini diatur dalam:
- UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan perizinan resmi untuk setiap aktivitas pertambangan.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyoroti dampak lingkungan dari kegiatan tambang.
- PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur syarat-syarat ketat dalam pelaksanaan usaha pertambangan.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana dan denda yang berat.
Selain aspek hukum, galian C ilegal juga memberi dampak buruk bagi lingkungan: kerusakan lahan, pencemaran air, hingga sedimentasi yang merusak ekosistem sekitar.
(Nanda Putra)