TNews, NIAS – Dua warga Kabupaten Nias Selatan, Sekhiato Halawa dan Torozatulo Halawa, resmi melaporkan dugaan tindak pidana pengeroyokan ke Kepolisian Resor Nias Selatan (Polres Nisel), Kamis (22/05/2025). Peristiwa tersebut terjadi di Balai Desa Amorosa, Kecamatan Ulunoyo, saat keduanya menghadiri rapat pembentukan pengurus Koperasi Merah Putih.
Dalam keterangannya kepada media, Sekhiato Halawa menjelaskan bahwa insiden bermula sekitar pukul 17.30 WIB ketika ia mempertanyakan identitas seseorang berinisial FT yang diduga melakukan dokumentasi rapat tanpa menunjukkan identitas jelas sebagai wartawan.
“Saya bertanya dengan sopan kepada FT apakah dia benar wartawan. Kalau memang iya, saya minta agar menunjukkan surat tugas atau ID card. Tapi justru setelah itu situasi langsung memanas,” ujar Sekhiato saat ditemui di depan Kantor Reskrim Polres Nisel.
Sekhiato mengaku merasa tidak nyaman karena FT terlihat diam-diam mengambil gambar di tengah rapat. Namun, bukan jawaban yang ia terima, melainkan serangan fisik dari beberapa orang yang hadir, termasuk seseorang berinisial FN.
“Saya dan Torozatulo tiba-tiba diserang. Kami ditendang dan dipukul oleh beberapa orang. Kejadiannya sangat cepat, dan kami tidak bisa melawan,” ucapnya sambil menunjukkan bekas luka di lengannya.
Torozatulo Halawa, yang juga menjadi korban dalam insiden tersebut, membenarkan kronologi kejadian. Ia menyayangkan kekerasan yang terjadi dalam forum musyawarah warga. “Kami datang untuk membahas koperasi, bukan untuk menjadi korban pemukulan. Ini sudah di luar batas,” tegasnya.
Usai kejadian, kedua korban langsung melaporkan peristiwa itu ke Polres Nisel untuk mendapatkan perlindungan hukum. Pihak kepolisian menyatakan telah menerima laporan tersebut dan tengah memprosesnya.
“Kami sudah menerima laporan resmi dari korban. Saat ini kami sedang mengumpulkan bukti dan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan,” ujar salah satu penyidik di Unit Reskrim Polres Nisel.
Kapolres Nias Selatan menyatakan komitmen pihaknya untuk menangani kasus ini secara profesional. “Kami tidak mentolerir tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun. Setiap laporan warga akan kami proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak terlapor, termasuk FT dan FN, belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut. Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai mencederai nilai-nilai demokrasi dan hukum dalam penyelenggaraan kegiatan masyarakat di tingkat desa.*