TNews, BINJAI – Kepala Badan Pengelola Kekayaan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai, Erwin Toga, kembali menjadi sorotan publik. Ia diduga menyalahi wewenang jabatan terkait pengelolaan keuangan daerah Kota Binjai.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Erwin Toga menggunakan Dana Insentif Fiskal (DIF) tahun 2024 untuk membayar gaji dan biaya rutin lainnya. Padahal, sesuai aturan, pembayaran tersebut seharusnya bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang merupakan dana transfer dari pemerintah pusat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Binjai, Ridho Indah Purnama, saat dikonfirmasi, mengaku hanya menjalankan perintah dari Kepala BPKAD. “Saya hanya melaksanakan kewajiban sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), yang awalnya bersumber dari DAU 2023 dan terbawa menjadi utang di DPA 2024 bersumber dari DIF,” ungkapnya.
Namun, saat ditanya lebih lanjut soal detail utang yang dibayar, Ridho enggan menjawab dan menyarankan untuk langsung menanyakan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan BPKAD.
Sumber lain yang tak ingin disebutkan namanya menyebutkan, pembayaran utang yang disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hanya sekitar Rp5 miliar. Sementara itu, Kepala BPKAD Erwin Toga dalam pernyataannya beberapa waktu lalu mengaku sudah membayar lebih dari Rp10 miliar ke pihak rekanan. Perbedaan jumlah ini memunculkan dugaan penyelewengan dana dan menjadi sorotan publik.
Praktisi hukum, Ferdinand Sembiring SH MH, menilai adanya tumpang tindih mata anggaran dan kode rekening yang tak sesuai peruntukannya bisa mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang. “Ini mengarah pada upaya memperkaya diri sendiri atau kelompok, yang diatur dalam UU Tipikor dan bisa dikenakan sanksi,” tegasnya.
Menurut Ferdinand, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001, serta Pasal 415 KUHP, mengatur dengan jelas bahwa penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi atau pihak lain adalah tindak pidana korupsi.
“Dari pernyataan Kepala Dinas PUTR yang tidak mengetahui penggunaan dana insentif fiskal, ini sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Meski kerugian negara dikembalikan, tetap tidak menghapus perbuatan melawan hukum,” pungkas Ferdinand.
Kasus ini menjadi sorotan publik Kota Binjai dan menunggu tindak lanjut dari pihak berwenang untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut.*
Peliput: ND