TNews, SUMUT – Suasana di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Senin (17 November 2025), mendadak ramai. Puluhan mahasiswa bersama aktivis Koalisi Masyarakat Pelindung Aset Negara (KOMPAN) datang menyuarakan tuntutan agar Kejati Sumut segera memeriksa Kepala Dinas PUPR Asahan terkait dugaan korupsi anggaran tahun 2024.
Aksi itu dipimpin Hari Wahyudi, Koordinator Wilayah Sumut KOMPAN. Dalam orasinya, Hari meminta kejaksaan tidak gentar mengusut kasus tersebut. Ia bahkan menyinggung dugaan adanya “beking berseragam bintang satu” yang menurutnya sering menjadi alasan kasus-kasus besar mandek di tengah jalan.
“Kami ingin Kejati tidak takut intervensi. Kalau ada indikasi korupsi, ya periksa. Uang ini uang publik,” kata Hari saat ditemui di sela aksi.
Para demonstran menyoroti penggunaan anggaran belanja barang dan jasa yang menurut Laporan Realisasi Anggaran Asahan 2024 mencapai Rp537,6 miliar. Sejumlah proyek PUPR dianggap sarat kejanggalan karena realisasinya dinilai tidak sebanding dengan kondisi pekerjaan di lapangan.
Tudingan Kejanggalan Proyek
Hari memaparkan beberapa proyek yang mereka nilai perlu mendapat perhatian aparat penegak hukum. Salah satunya pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri Kisaran, yang dikerjakan CV TS dengan nilai kontrak hampir Rp4,96 miliar.
Kontrak proyek itu mengalami perubahan jadwal dan penambahan masa kerja melalui change contract order (CCO) dan adendum, namun menurut Hari hasil audit lapangan 17 April 2025 justru menunjukkan adanya kekurangan volume hingga Rp243 juta.
“Bagaimana pekerjaan dinyatakan selesai dan dibayar penuh, tetapi belakangan ditemukan kekurangan volume? Ini tidak masuk akal. Kami curiga masih ada kerugian negara yang lebih besar,” ujar Hari.
Ia juga menyinggung proyek lain yang dikerjakan PT PLB, yang menurut temuan BPK per 24 April 2025 mengalami potensi kerugian sebesar Rp388 juta.
Pada sektor belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, aktivis KOMPAN menemukan tujuh proyek dengan indikasi kerugian mencapai Rp8,75 miliar. Pekerjaan menggunakan berbagai penyedia seperti CV PL, PT AJAA, dan CV BCM.
Yang turut menjadi sorotan adalah proyek lanjutan menara Masjid Agung Kisaran bernilai Rp9,93 miliar. Kontraknya sempat diputus oleh PPK, namun menurut Hari pembayaran kepada penyedia tetap berjalan dan perusahaan tidak masuk daftar hitam.
“Jika kontrak putus tapi pembayaran jalan, itu janggal. Dan tidak memasukkan kontraktor ke daftar hitam itu lebih janggal lagi,” tegasnya.
Siap Surati Presiden Bila Kasus Tak Serius Ditangani
Hari Wahyudi menilai situasi ini membuka celah manipulasi laporan pertanggungjawaban proyek, yang dapat menghambat penyidikan aparat. Ia menilai keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan.
“Kalau Kejati terlihat ragu-ragu, kami akan kirim surat resmi ke Presiden Prabowo dan Kejaksaan Agung. Presiden sudah tegas soal pemberantasan korupsi. Tinggal aparatnya, mau serius atau tidak,” ujar Hari.*
Peliput: Nanda Putra







