TNews, MEDAN – 27 Maret 2024, Polda Sumut melalui Kabid Humas Kombes Pol. Hadi Wahyudi menyatakan penyidik direktorat kriminal khusus telah menetapkan 2 tersangka dalam kasus dugaan korupsi PPPK Kabupaten Langkat.
Namun, sangat disayangkan oleh khalayak banyak dalam penyampaiannya tidak menyebutkan siapa yang menjadi tersangka dalam kasus a quo. (masih ditutupi).
Alhasil, guru-guru honorer (Korban), masyarakat, dan para media bertanya-tanya siapa yang ditetapkan sebagai tersangka.
LBH Medan menilai penyampaian penetapan tersangka kasus langkat aneh dan berbeda-beda dengan kasus-kasus PPPK lainnya yang saat ini ditangani Polda Sumut, Semisal Madina, dan Batu Bara.
Dimana diketahui ketika penyampaian penetapan tersangka dalam kasus PPPK Madina dan Batu Bara disampaikan secara detail siapa tersangkannya dan jabatannya.
Pasca mengetahui hal itu, hari ini 28 Maret 2024 berdasarkan SP2HP yang telah diambil dan diterima LBH Medan, Polda Sumut telah menetapkan 2 tersangka a.n Awaludin dan Rohayu Ningsih yang merupakan Kepala sekolah di SDN 055975 Pancur Ido, Selapian Kabupaten Langkat dan 056017 Tebing Tanjung Selamat.
LBH Medan menduga 2 Kepala Sekolah yaitu Awaludin dan Rohayu Ningsih yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka bukanlah Pelaku Utama/Aktor Intelektualnya.
Maka dari itu LBH Medan secara tegas mendesak Polda Sumut tidak berhenti hanya pada kedua kepala sekolah tersebut. Hal ini bukan tanpa alasan.
Pertama, apakah bisa kepala sekolah memberikan jaminan kelulusan pada guru honorer langkat untuk meluluskan mereka? Sementara ada atasanya yang lebih tinggi di atas kepala sekolah.
Kedua, dalam bukti rekam percakapan diduga Kepala Sekolah Rohayu Ningsih dan seorang guru membicarakan secara jelas, bahwa uang yang sebelumnya disetorkan kepadanya ketika diminta kembali menyatakan sabar kenapa, ibukan ngambil duit sama kalian bukan satu hari siap, berhari-hari. Itukan duit sama bapak itu, bapak itu datang ke rumah.
Kemudian dikatakan uang kalian pasti dikembalikan sabar kenapa, kita mintanya itu bukan sama orang sembarangan.
Oleh karena itu percakapan tersebut menggambarkan adanya orang lain yang lebih tinggi jabatannya dan dihormati kepala sekolah tersebut yang menerima uang dugaan suap kasus PPPK langkat. artinya ada keterlibatan orang lain.
Ketiga, kedua tersangka secara jelas dan tegas sama-sama kepala sekolah dan di bawah naungan Dinas Pendidikan, tetapi dalam penilaian SKTT yang memberikan nilai bukan hanya Dinas Pendidikan tetap ada BKD juga.
Keempat, LBH Medan menduga Polda Sumut belum memeriksa Plt. Bupati. Padahal pengumuman Plt. Bupati lah yang menyatakan para korban tidak lulus.
Sejalan dengan itu, masih jelas dalam ingatan pada rabu 20 Maret 2024, pada saat aksi kedua para guru di Polda Sumut, pihak Polda menyampaikan telah memeriksa BKD dan saat ini sedang memerikan Kepala Dinas Pendidikan. Hal ini menggambarkan ada korelasinya antara para tersangka.
Berdasarkan semua hal tersebut LBH Medan menduga kuat jika 2 tersangka tersebut bukan pelaku utama. Dan diduga keduanya mau dijadikan tumbal oleh pelakunya intelektualnya/utama.
LBH Medan juga mendesak Polda sumut untuk menahan para tersangka guna tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan melakukan tindakan pidana lainnya. Serta memudahkan menyukai secara terang siapa-siapa saja pelaku lainnya.
LBH Medan juga meminta Kapolri, Komponas dan Komnasham untuk mengawal kasus ini, agar tidak ada penyimpangan dalam penyelesaiannya. Serta meminta Bupati atau MenpanRB untuk membatalkan pengumuman hasil seleksi akhir PPPK Langkat.
Oleh karena itu kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/Duham) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652.*
Peliput : ND