TNews, BINJAI – Kegiatan perpisahan siswa kelas IX di SMP Negeri 6 Binjai menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp700 ribu per siswa. Kegiatan yang digelar di Jalan Madura, Kecamatan Binjai Utara itu disebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan berpotensi melanggar aturan pemerintah.
Menanggapi hal ini, Wakil Wali Kota Binjai, Hasanul Jihadi, langsung memberikan respons cepat saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (10/5/2025). Ia menegaskan akan menindaklanjuti laporan masyarakat dengan serius.
“Saya akan mendalami permasalahan ini dan segera berkoordinasi dengan Bapak Wali Kota agar Inspektorat turut memeriksa. Kita serius dalam melawan pungli,” tegas Hasanul.
Tokoh masyarakat Binjai, Hapipudin, juga angkat bicara. Ia mengapresiasi langkah cepat Pemko Binjai dan menuntut tindakan tegas terhadap pihak sekolah dan komite yang terlibat.
“Tidak boleh ada lagi bentuk pengutipan dana kepada siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta. Ini harus dihentikan,” ujar Hapipudin.
Ia menegaskan bahwa kegiatan perpisahan bukan bagian dari proses belajar mengajar dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Bahkan, ia menyebut kegiatan tersebut sebagai ilegal jika dilakukan tanpa regulasi yang jelas.
Hapipudin merujuk beberapa dasar hukum yang dilanggar, di antaranya:
- Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (1): Melarang satuan pendidikan dasar yang dikelola pemerintah untuk memungut biaya pendidikan.
- PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 181 Huruf d: Melarang tenaga pendidik melakukan pungutan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Binjai Nomor 400-3-671/DISDIK/II/2025: Melarang kegiatan study tour dan sejenisnya di lingkungan sekolah.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kegiatan perpisahan bisa dianggap melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, karena tidak sesuai dengan standar proses belajar mengajar.
Hapipudin juga menyinggung dugaan penyimpangan dana BOS yang tidak tercantum dalam ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah), namun tetap digunakan untuk pembiayaan yang tak sesuai prosedur.
“Ada indikasi dana BOS tidak disalurkan sesuai aturan. Ini patut diselidiki. Saya mendesak Inspektorat, Kejaksaan, hingga Tipikor untuk turun tangan,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjut, ia menyarankan Dinas Pendidikan Kota Binjai untuk:
- Menampung keberatan dari orang tua siswa.
- Melakukan investigasi menyeluruh.
- Memberikan sanksi administratif hingga hukum jika ditemukan pelanggaran.
Kasus ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan di Binjai agar lebih transparan dan akuntabel, serta menjamin bahwa hak anak untuk memperoleh pendidikan bebas pungutan benar-benar ditegakkan.
Laporan : Nanda Putra